ScribbleScrabble

Saturday, September 23, 2006

words of wisdom

“Our deepest fear is not that we are inadequate. Our deepest fear is that we are powerful beyond measure. It is our light, not our darkness, that frightens us most. We ask ourselves, 'Who am I to be brilliant, gorgeous, talented, and famous?' Actually, who are you not to be? You are a child of God. Your playing small does not serve the world. There is nothing enlightened about shrinking so that people won't feel insecure around you. We were born to make manifest the glory of God that is within us. It's not just in some of us; it's in all of us. And when we let our own light shine, we unconsciously give other people permission to do the same. As we are liberated from our own fear, our presence automatically liberates others.” (Maryanne Williamson)

Friday, September 22, 2006

Ms. E or Me?



Ok...kenapa gw post gambar ini?
Alkisah gw minta dibikinin iklan. Karakternya: cewek, in her mid 20s, smart tapi gak nerdy. She's a creative writer, happy with her current career. She's supposed to be attractive & sensual, but not overtly sexy.

Uhm...kok jadinya kaya gini yah...
Hihihi... Kalo diliat dari potongan rambutnya sih, mirip gw! Mirip gak? Mirip gak? Huahaha... GUBRAK!!!

Friday, September 15, 2006

gubraaakkk

i cant believe it took the same amount of time for me to go from Chase Plaza to Semanggi as it did for me to go from Semanggi back home to Kelapa Gading. i guess this statement can simply describe my current state of mind.

Tuesday, September 05, 2006

perempuan pekerja dan majikan

Di luar matahari makin terik. Semakin banyak orang memadati bis kota yang melaju tersendat karena macet pagi hari. Seorang wanita berdiri di muka bis, menghambat alur masuknya penumpang. Berkali-kali kenek dan sopir memohon agar ia bergeser ke dalam, namun sang nyonya yang serba bulat dan besar itu –matanya, hidungnya, bibirnya, hingga bokongnya– benar-benar tak sadar betapa ia menjadi penyumbat jalanan yang amat mengganggu. Melihatnya, bayangan Ms. Piggy tak kunjung hilang dari benakku.

Duduklah aku di kursi aisle, baris ke tiga dari depan. Aku masih setengah sadar, diselimuti rasa kantuk yang luar biasa. Aku mencoba duduk dengan nyaman, menempelkan bahu di sandaran kursi, namun seorang perempuan muda yang baru saja lolos dari jebakan bokong Ms Piggy, tiba-tiba menggelendotkan diri dengan cantikya di sandaran kursiku. Ingin rasanya aku mendorong perempuan itu dan mencaci-makinya. Tidak bisakah ia berdiri dengan tegap? Ingin juga rasanya melanjutkan khayalan pagi hariku saat itu, namun isak tangis perempuan penggelendot itu sedikit banyak mengusik dan menarikku ke alam sadar. Mataku masih terpejam, namun kupingku tetap waspada. Aku mendengar perempuan sedih itu becerita pada perempuan berjilbab yang berdiri dengan tertib di sebelahnya.
.
“Terima kasih ya mbak, sudah bantu saya. Saya baru diusir majikan. Belum pernah saya dapat majikan sejahat ini. Orang Kelapa Gading, Mbak. Kadang sampai dua hari saya gak dikasih makan. Tadi saya diusir karena minta gaji. Gaji saya gak pernah dibayar. Saya cari kerja Mbak. Mbak tahu orang yang butuh pekerja?”

Gadis berjilbab yang disapanya menggeleng dengan sopan. Benar ia telah membayarkan ongkos patas AC jurusan Pulo Gadung-Blok M untuk pekerja rumah tangga yang malang itu, namun sebatas itu saja ulurannya. Kini tampak keengganannya untuk berhubungan lebih lanjut dengan perempuan yang tak kunjung berhenti bicara tentang nasib buruknya itu.

Makin keras dan seringlah isakan tangis sang gadis malang, namun tak ada yang menanggapi. Sampai akhirnya wanita yang duduk di sampingku bertanya perlahan.

“Mbak butuh kerja?”
“Iya Bu.”
“Mbak mau ke mana sekarang?”
“Saya gak tahu Bu, saya gak tahu jalan.”
“Kalau begitu, mbak mau kerja buat saya saja? Rumah saya di Pulo Gebang.”
“Mau, Bu.”
“Ya sudah, nanti kamu ikut saya turun ya?”
“Iya Bu. Terima kasih Bu. Terima kasih banyak.”

Sungguh bagai putri dari kayangan wanita itu, dengan suaranya yang begitu lembut dan penuh kasih. Niat tulusnya menyejukkan hati siapapun yang mendengarnya saat itu.
Selesailah sudah permasalahan. Gadis malang itu pun tak malang lagi. Kini isak tangisnya berubah menjadi air mata bahagia.

Munculah keheningan. Keheningan yang dipenuhi bayangan. Bayangan akan masa depan yang membahagiakan bagi keduanya. Gadis malang mendapat majikan yang baik dan bijak, majikan pun mendapat pekerja yang gesit dan tahu terima kasih. Lalu munculah sebuah keraguan. Mungkinkah ini semua sandiwara belaka? Mungkinkah si gadis malang adalah penipu ulung yang akan menggerogoti si majikan yang baik hati? Bukankah jaman sudah berubah? Hati orang kini siapa yang tahu. Dapatkah kita percaya pada orang yang benar-benar asing, yang muncul begitu saja tanpa referensi? Sungguh berani wanita berhati tulus ini. Ia mau mengambil risiko yang begitu besar. Membawa perempuan asing berlabuh di bawah atapnya dan bekerja dalam rumah tangganya.

Perempuan yang tadinya bernasib malang itu tak lagi dapat menahan luapan bahagianya. Ia bertanya pada calon majikannya.
“Bu, nanti saya kerja apa?”
“Ya kerja rumah tangga. Mau kan?”
“Iya, mau Bu. Sebab majikan saya jahat Bu. Orang Manado. Belum bayar gaji saya, ” gadis itu bercerita ulang, “Makanya saya mau ke Yayasan Bu Sugita dulu Bu, di Blok M.”
Patut dicatat informasi yang kurang konsisten. Bukankah perempuan tadi tak tahu harus menuju ke mana ia? Mengapa kini ia berkata hendak ke Blok M?
“Oh jadi kamu sekarang mau ke Yayasan?”
“Iya, betul Bu.”
“Ooooh. Ya sudah kalau begitu. Kamu ke Yayasan aja dulu“

Perempuan pekerja itu tertegun sedikit, mencoba mencerna apa gerangan arti pernyataan tersebut.
Dengan ragu ia bertanya, takut mendengar jawabannya“Jadi, saya gak jadi kerja di tempat Ibu?”
“Iya. Maaf, saya pikir kamu bukan orang Yayasan. Kamu balik dulu ke Yayaysan-lah.”

Keheningan.

Rasa kecewa yang mendalam muncul di hati perempuan pekerja itu. Kalau saja iya tak bercerita panjang lebar. Kalau saja iya mau melupakan masalah gaji terhutang majikan Manado itu. Kini masa depannya kembali tak jelas. Apa yang akan terjadi? Haruskah ia kembali ke majikannya yang jahat itu? Akankah ia mendapatkan gajinya kembali? Bagaimana nasibnya? Akankah bantuan dan tawaran kerja yang menyejukkan datang untuk kedua kalinya?

Perempuan majikan pun berpikir dalam hati, “Apakah saya membuat keputusan yang salah? Haruskah saya tetap membantunya?”

Perempuan pekerja itu pun menangis lagi dalam hati. Ingin rasanya ia memohon agar dapat diberikan pekerjaan itu kembali, tapi apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur.
Di luar hari makin terik. Makin banyak penumpang yang berdesakkan ke dalam bis. Perempuan yang serba besar dan bulat pun turun sudah. Dan semakin banyak orang yang mencari tempat di dalam bis. Perempuan malang itu pun terdorong ke bagian belakang bis, makin terpisah dari mantan calon majikannya tadi. Makin jauhlah ia dari masa depan yang menyejukkan, dari kedamaian dan kepastian hidup. Kepalanya kian berputar, perutnya pun melilit. Tak kuasa ia menahan isak tangisnya. Kini air matanya yang penuh kekecewaan, kekesalan, dan amarah tak kunjung berhenti bergelinang. Tak ada yang bisa ia dilakukan. Inilah nasib yang harus ia tanggung. Nasib orang kecil yang hidupnya bergantung pada belas kasih orang. Dalam bis yang padat penumpang itu, ia menangis kian keras. Dan betapapun kerasnya ia menjerit, belum ada seorang pun yang mendengarnya.